LBH DKR dan DPK LIDIKKRIM-SUS Sukabumi Persoalkan Prosedur Pendampingan Hukum Aparatur Desa

Nasional126 Dilihat

SUKABUMI, Fokuskepri.com – Ketua Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Damar Keadilan Rakyat (DKR) Sukabumi, Shaleh Hidayat,SH, menanggapi pro-kontra MoU atau kontrak pendampingan hukum antara Kepala Desa atau aparat Desa,dengan seorang lawyer. Menurutnya hal itu sah saja kalau anggarannya menggunakan dana pribadi Kepala Desa atau aparat Desa tersebut.

“Itu sah-sah saja kalau konteksnya pribadi, tidak boleh bersumber dari Dana Desa yang merupakan dana bantuan Pemerintah, baik yang bersumber dari Dana Alokasi Desa maupun Dana Bantuan Operasional Kepala Desa atau Perangkat,” tegasnya, kepada media, Minggu (11/6/2023)

Lebih tegas dikatakannya, karena apabila ternyata jasa pendampingan hukum dimaksud pembiayaannya bersumber dari Dana Desa, maka tentu itu termasuk kategori pelanggaran hukum atau perbuatan penyalahgunaan wewenang. Bahkan lebih jauh dapat termasuk Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca Juga: Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi, Kepala BP Batam Jamin Kemudahan Investasi

“Tetapi saya setuju bila MoU nya antar Lembaga yaitu Pemerintah Desa MoU dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), bisa menggunakan Dana Desa di Bidang pemberdayaan hukum,” katanya.

Dikatakannya itu merupakan hak Pemerintahan Desa untuk bermitra dengan LBH mana yang dipercaya oleh Pemdes tersebut. “Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) atau APDESI tidak boleh melakukan pengarahan secara kolektif untuk desa -desa agar bermitra dengan salah satu LBH saja,” ujarnya.

Terpisah Ketua DP Kokab Sukabumi LIDIKKRIM-SUS RI, Adji Sudrajat,DM,SH,mempertanyakan kapasitan law firm yang mengadakan kerjasama pendampingan hukum tersebut. “Karen merupakan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang jelas tugas pokok dan fungsinya membantu pendampingan hukum dan tidak bersifat komersial,” imbuhnya.

Baca Juga: BU SPAM Akan Maksimalkan Air Baku Dekat Batamec

“Yang harus ditelusuri apakah dalam MoU nya sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku, apakah tidak bersifat monopoli dan sarat dengan kepentingan individu dan kelompok tertentu saja. Kemudian apakah penyerapan anggaran negara yang bersumber dari APBN atau APBD Kabupaten ini sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang benar,” kata Adji Sudrajat.

Selain itu dia juga mempertanyakan apakah Surat Perintah Mencairkan (SPM) nya berdasarkan alur perintah dari Pejabat Pengguna Anggaran (PPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan mengacu aturan berdasarkan alur akuntansi keuangan yang resmi.

“Persoalan ini harus terbuka kepada publik, mengacu kepada UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang mana publik harus mengetahui dan lembaga pelayan publik dalam hal ini Dinas terkait DPMD, Inspektorat, Bagian Hukum Pemkab Sukabumi harus membuka ke publik terkait MoU tersebut,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ( DPMD) Kabupaten Sukabumi, Nuryamin, menjelaskan bahwa terkait hal ini sudah ada parameter dan kode rekening anggarannya.

“Terkait anggaran, itu kewenangannya ada di Pemerintah Desa (Pemdes) masing-masing. Berdasarkan hasil Musyawarah Desa (Musdes) antara Pemdes, BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD),” jelas Nuryamin.

Pihaknya mengaku tida mengetahui bahwa di lapangan sudah ada Pemdes yang merealisasikan anggaran program penyuluhan hukum ini. Namun pihaknya mewanti-wanti Pemdes agar jangan dulu mencairkan anggarannya, sebelum ada kejelasan program dan mekanisme pelaksanaannya.

“Maka kami akan segera berkoordinasi dengan Kepala Bagian Hukum Pemkab Sukabumi, Kejaksaan Negeri Cibadak untuk mendapatkan arahan terlebih dahulu. Kita tunggu instruksi ataupun arahan dari Kabag Hukum. Karena ini menggunakan anggaran Negara. Jangan sampai di kemudian hari timbul permasalahan besar,” tegasnya. (Os)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *